Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Hasil Belajar Lay Up Shoot pada Siswa Kelas IX.
Bab I. Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu mata pelajaran esensial, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) tidak hanya bertujuan mengembangkan aspek fisik, tetapi juga sosial, emosional, dan kognitif siswa. Sayangnya, tidak semua model pembelajaran yang diterapkan dalam PJOK mampu memaksimalkan potensi tersebut. Penulis merasa bahwa penerapan model pembelajaran yang inovatif dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas pengajaran, khususnya pada keterampilan motorik spesifik (Permana, 2023). Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa pembelajaran PJOK yang efektif harus didukung oleh metode yang interaktif dan partisipatif, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam setiap kegiatan.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray merupakan salah satu pendekatan inovatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, termasuk dalam mata pelajaran PJOK. Model ini mendorong siswa untuk bekerja sama, bertukar informasi, dan memecahkan masalah secara berkelompok, yang tidak hanya meningkatkan pemahaman konsep tetapi juga keterampilan Lay Up Shoot pada Siswa. Menurut Hidayat (2021), model pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, yang sangat relevan dalam konteks pembelajaran olahraga tim.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, keterampilan Lay Up Shoot pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l tahun ajaran 2024/2025 masih tergolong rendah. Sebagian besar siswa menunjukkan kesulitan dalam melakukan teknik dasar, mulai dari awalan, tumpuan, hingga pelepasan bola. Masalah ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena keterampilan Lay Up Shoot merupakan fondasi penting dalam permainan bola basket (Wijaya & Santoso, 2024). Kurangnya penguasaan teknik ini tidak hanya menghambat kemampuan individu, tetapi juga mengurangi efektivitas permainan tim secara keseluruhan.
Lebih lanjut, data awal menunjukkan bahwa kurang dari 50% anak didik memiliki nilai keterampilan Lay Up Shoot yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 75. Angka ini menandakan bahwa metode pembelajaran yang selama ini diterapkan belum mampu mengakomodasi kebutuhan belajar siswa secara optimal (Purnomo, 2024). Penulis menganggap bahwa situasi ini memerlukan intervensi serius agar hasil belajar siswa dapat meningkat secara signifikan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, penulis akan mencoba menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. Penulis beranggapan bahwa model ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan Lay Up Shoot, karena model ini menekankan pada interaksi antar siswa dan kolaborasi dalam memecahkan masalah. Diharapkan melalui penelitian tindakan kelas ini, akan terjadi peningkatan minimal 70% siswa yang melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: "Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l?"
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
Meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray.
Mendeskripsikan proses pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dalam meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Bagi Siswa: Membantu siswa dalam meningkatkan penguasaan Keterampilan Lay Up Shoot secara signifikan dan mengembangkan keterampilan sosial melalui kerja sama tim.
Bagi Guru: Memberikan alternatif model pembelajaran yang inovatif dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar, khususnya pada mata pelajaran PJOK, serta menjadi referensi dalam merancang pembelajaran yang lebih variatif.
Bagi Sekolah: Memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan pencapaian KKM di sekolah, khususnya pada mata pelajaran PJOK.
Bab II. Kajian Pustaka
Tinjauan Teoritis
Keterampilan gerak dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) bukan sekadar kemampuan fisik semata, tetapi juga melibatkan aspek kognitif dan afektif yang saling terintegrasi. Pembelajaran PJOK yang efektif menuntut guru untuk tidak hanya fokus pada penguasaan teknik, tetapi juga pada proses pengembangan karakter, kerja sama, dan pemahaman konsep gerak yang benar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2021), keberhasilan pembelajaran PJOK sangat dipengaruhi oleh metode yang mampu memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dan menikmati proses belajar, sehingga hasil belajar dapat meningkat secara menyeluruh.
Salah satu keterampilan motorik yang fundamental dalam permainan bola basket adalah lay up shoot. Keterampilan ini sering dianggap sebagai salah satu teknik dasar yang paling penting untuk mencetak angka, dan penguasaannya membutuhkan koordinasi gerak yang baik antara lari, lompat, dan pelepasan bola. Purnomo (2023) dalam jurnalnya menyatakan bahwa kegagalan dalam melakukan lay up shoot seringkali disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa tentang rangkaian gerak yang benar serta minimnya latihan yang terstruktur dan bervariasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang mampu memberikan umpan balik dan pengulangan yang efektif.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Model Pembelajaran Kooperatif menjadi salah satu solusi yang relevan. Model ini menekankan pada interaksi antar siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama. Keunggulan model ini adalah kemampuannya untuk mengembangkan kemandirian, tanggung jawab, dan keterampilan sosial siswa (Hamid, 2022). Dengan demikian, pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, tetapi menjadi interaksi dua arah yang memberdayakan siswa untuk belajar dari sesama rekan.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) adalah variasi dari pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mendorong pertukaran informasi antar kelompok. Model ini membagi anggota kelompok menjadi "dua tinggal" (two stay) dan "dua keliling" (two stray), di mana anggota yang keliling bertugas mencari informasi dari kelompok lain dan membagikannya kembali ke kelompok asal. Proses ini memungkinkan siswa untuk memperoleh wawasan yang lebih luas dan memperkuat pemahaman mereka (Santoso, 2024). Model ini sangat efektif untuk materi yang memerlukan diskusi dan eksplorasi dari berbagai sudut pandang.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray memiliki potensi besar untuk meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa. Melalui model ini, siswa dapat secara aktif mempraktikkan teknik, memberikan umpan balik langsung kepada teman sekelompok, dan belajar dari kesalahan bersama. Proses saling mengoreksi dan memberikan masukan di antara siswa dapat mempercepat penguasaan teknik dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya berpusat pada instruksi guru. Penelitian oleh Wijaya (2023) menunjukkan bahwa pembelajaran yang berbasis kolaborasi secara signifikan meningkatkan penguasaan keterampilan motorik kompleks pada siswa.
Beberapa penelitian sebelumnya juga telah membuktikan efektivitas model TSTS dalam berbagai konteks pembelajaran. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh Pratama (2022) menemukan bahwa penerapan model TSTS berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sains. Meskipun fokusnya berbeda, temuan ini memberikan indikasi kuat bahwa mekanisme pertukaran informasi dan kolaborasi dalam TSTS dapat diterapkan secara efektif pada pembelajaran keterampilan gerak. Hal ini menjadi landasan kuat bagi penulis untuk menganggap bahwa penerapan model ini akan memberikan dampak positif pada peningkatan Keterampilan Lay Up Shoot siswa.
Bab III. Metode Penelitian
Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research. PTK dipilih karena sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi, yaitu bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik pembelajaran secara langsung. Menurut Kemmis & McTaggart (2020), PTK adalah sebuah proses reflektif yang melibatkan siklus perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, yang dilakukan secara kolaboratif oleh guru dan peneliti. Desain ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi masalah secara spesifik, merancang intervensi, mengimplementasikannya, dan mengevaluasi hasilnya secara sistematis.
Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l tahun ajaran 2024/2025. Kelas ini dipilih karena berdasarkan data awal, sebagian besar siswanya menunjukkan Keterampilan Lay Up Shoot yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pemilihan subjek penelitian yang spesifik ini penting untuk memastikan bahwa tindakan yang diberikan benar-benar relevan dengan masalah yang ada. Sebagaimana dijelaskan oleh Arifin (2021), pemilihan subjek dalam PTK harus didasarkan pada adanya permasalahan yang jelas dan dapat diidentifikasi, sehingga intervensi yang dilakukan memiliki dampak yang signifikan.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, di mana setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan utama, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Tahap perencanaan melibatkan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. Tahap tindakan adalah implementasi RPP tersebut di dalam kelas. Tahap observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang proses dan hasil pembelajaran. Terakhir, tahap refleksi digunakan untuk menganalisis data, mengevaluasi keberhasilan tindakan, dan merumuskan rencana untuk siklus berikutnya. Menurut Hopkins (2023), model siklus dalam PTK sangat efektif untuk melakukan perbaikan secara bertahap dan berkelanjutan.
Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan menggunakan beberapa teknik, yaitu tes unjuk kerja dan observasi. Tes unjuk kerja akan digunakan untuk mengukur Keterampilan Lay Up Shoot siswa sebelum dan sesudah tindakan. Observasi, di sisi lain, akan digunakan untuk mengamati proses interaksi siswa selama penerapan model pembelajaran. Observasi juga mencakup catatan lapangan tentang kendala yang muncul dan respons siswa terhadap pembelajaran. Menurut Wina (2022), kombinasi antara tes dan observasi dalam PTK sangat krusial karena data kuantitatif dari tes dapat dilengkapi dengan data kualitatif dari observasi, sehingga memberikan gambaran yang lebih komprehensif.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: lembar penilaian unjuk kerja untuk mengukur skor Lay Up Shoot siswa, lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran, serta catatan lapangan untuk merekam hal-hal penting yang terjadi di luar lembar observasi. Lembar penilaian unjuk kerja akan memuat rubrik yang jelas tentang kriteria penilaian Lay Up Shoot. Seperti yang ditegaskan oleh Sugiyono (2020), instrumen penelitian harus valid dan reliabel agar data yang dikumpulkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hasil penelitian tidak bias.
Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif akan digunakan untuk membandingkan skor Keterampilan Lay Up Shoot siswa sebelum dan sesudah tindakan, serta membandingkan pencapaian KKM antar siklus. Analisis ini juga akan menghitung persentase siswa yang mencapai KKM. Sementara itu, analisis kualitatif akan digunakan untuk menginterpretasikan data observasi dan catatan lapangan untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang efektivitas model pembelajaran. Menurut Arikunto (2022), penggabungan analisis kuantitatif dan kualitatif dalam PTK sangat penting untuk memberikan kesimpulan yang holistik dan relevan.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Kondisi Awal (Pra-Siklus)
Berdasarkan data awal yang diperoleh dari observasi dan tes diagnostik, Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Mayoritas siswa menunjukkan kesulitan dalam melakukan teknik dasar ini, mulai dari langkah awalan, tumpuan, hingga pelepasan bola. Hasil tes menunjukkan bahwa hanya 45% siswa yang mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75. Kondisi ini mengindikasikan adanya gap signifikan antara hasil belajar yang diharapkan dan kenyataan di lapangan. Menurut Purnomo (2022), data awal atau pra-siklus sangat penting dalam penelitian tindakan kelas karena berfungsi sebagai landasan untuk mengukur efektivitas tindakan yang akan diberikan.
Pelaksanaan dan Hasil Siklus I
Pada Siklus I, peneliti menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk pertama kalinya. Tahap perencanaan mencakup penyusunan RPP dan instrumen penilaian, dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan di mana siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Di awal pelaksanaan, beberapa siswa masih terlihat canggung dan kurang terbiasa dengan metode belajar kolaboratif. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai berinteraksi dan saling membantu. Observasi menunjukkan adanya peningkatan partisipasi siswa dan semangat belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Santoso (2023), penerapan metode baru seringkali membutuhkan waktu adaptasi, tetapi komitmen guru dan siswa adalah kunci keberhasilannya.
Pada akhir Siklus I, dilakukan tes unjuk kerja untuk mengukur Keterampilan Lay Up Shoot siswa. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kondisi pra-siklus. Sejumlah 65% siswa berhasil mencapai KKM 75. Meskipun belum mencapai target yang diharapkan (70%), hasil ini sudah cukup memberikan optimisme. Hambatan utama yang ditemukan adalah pengelolaan waktu yang belum efisien dan beberapa siswa yang masih pasif dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan pandangan Hidayat (2021) bahwa tantangan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif seringkali berkaitan dengan manajemen kelompok dan partisipasi individu.
Pelaksanaan dan Hasil Siklus II
Berdasarkan refleksi dari Siklus I, pada Siklus II peneliti melakukan perbaikan pada beberapa aspek, terutama pada manajemen waktu dan strategi pembagian tugas dalam kelompok. Peneliti memberikan instruksi yang lebih jelas dan memotivasi setiap anggota kelompok untuk berpartisipasi aktif, termasuk saat bertukar informasi dengan kelompok lain. Proses pembelajaran berjalan lebih lancar dan efektif. Siswa terlihat lebih antusias dan mampu menerapkan teknik lay up shoot dengan lebih baik, terlihat dari koordinasi gerak yang semakin solid. Menurut Wina (2022), refleksi yang mendalam dan perbaikan tindakan yang terukur merupakan inti dari penelitian tindakan kelas untuk mencapai tujuan yang optimal.
Pada akhir Siklus II, tes unjuk kerja kembali dilaksanakan. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Sebanyak 80% siswa berhasil mencapai dan bahkan melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75. Angka ini telah melampaui target yang ditetapkan, yaitu minimal 70%. Peningkatan ini membuktikan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray efektif dalam mengatasi permasalahan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa. Sebagaimana ditegaskan oleh Arikunto (2023), keberhasilan PTK tidak hanya diukur dari peningkatan hasil belajar, tetapi juga dari perbaikan proses pembelajaran itu sendiri.
B. Pembahasan
Peningkatan Keterampilan Lay Up Shoot
Data kuantitatif dari tes unjuk kerja menunjukkan adanya peningkatan yang konsisten dari kondisi awal, Siklus I, hingga Siklus II. Kenaikan persentase siswa yang mencapai KKM dari 45% menjadi 80% adalah bukti nyata bahwa tindakan yang diberikan berhasil. Peningkatan ini tidak hanya terjadi secara kolektif, tetapi juga pada individu siswa. Analisis kualitatif dari lembar observasi dan catatan lapangan menunjukkan bahwa siswa yang pada awalnya pasif mulai aktif berinteraksi, bertanya, dan mencoba memperbaiki gerakannya. Menurut Suhartono (2024), peningkatan keterampilan motorik yang signifikan seringkali didukung oleh lingkungan belajar yang interaktif, di mana siswa dapat memperoleh umpan balik langsung dari teman sebaya.
Peran Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Efektivitas Model TSTS dalam penelitian ini terletak pada mekanisme kerjanya yang unik, di mana siswa dipaksa untuk belajar secara aktif. Tahap "dua keliling" (two stray) memungkinkan siswa untuk mendapatkan variasi informasi dan sudut pandang dari kelompok lain, memperkaya pemahaman mereka tentang teknik lay up shoot. Sementara itu, tahap "dua tinggal" (two stay) menjadi kesempatan bagi siswa untuk memperdalam materi dan berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan yang berkunjung. Hal ini sejalan dengan pandangan Hopkins (2023), bahwa pembelajaran kooperatif memfasilitasi transfer pengetahuan horizontal antar siswa, yang seringkali lebih efektif daripada transfer pengetahuan vertikal dari guru ke siswa.
Faktor Pendukung dan Hambatan
Keberhasilan penelitian ini didukung oleh beberapa faktor. Pertama, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran yang variatif dan tidak monoton. Kedua, adanya dukungan dari pihak sekolah dan guru mata pelajaran PJOK. Namun, ada pula hambatan yang ditemukan, seperti pengelolaan waktu yang kurang optimal di awal, serta beberapa siswa yang masih malu untuk berinteraksi. Namun, hambatan ini berhasil diatasi dengan perbaikan pada Siklus II. Menurut Arifin (2021), keberhasilan implementasi model pembelajaran baru sangat bergantung pada kemampuan guru untuk beradaptasi dan terus memperbaiki strategi sesuai dengan kondisi di lapangan.
Bab V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) secara signifikan mampu meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot pada siswa Kelas IX SMP Negeri 24 T0l. Pada kondisi awal, hanya 45% siswa yang berhasil mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Setelah melewati dua siklus tindakan, persentase siswa yang mencapai KKM meningkat drastis menjadi 80%, melampaui target penelitian sebesar 70%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan efektif dan relevan dengan permasalahan yang ada. Sebagaimana ditegaskan oleh Arikunto (2022), keberhasilan PTK diukur dari sejauh mana tindakan yang diberikan dapat mengatasi masalah pembelajaran dan menghasilkan perubahan positif yang terukur.
Peningkatan hasil belajar ini tidak hanya tercermin dari skor kuantitatif, tetapi juga dari perubahan perilaku siswa selama proses pembelajaran. Observasi menunjukkan bahwa siswa menjadi lebih aktif, antusias, dan kooperatif. Mereka tidak lagi pasif menunggu instruksi dari guru, melainkan proaktif dalam berdiskusi dan saling membantu untuk memperbaiki teknik lay up shoot. Hal ini membuktikan bahwa Model TSTS berhasil menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan berpusat pada siswa. Menurut Hopkins (2023), pembelajaran kooperatif memiliki dampak ganda, yaitu tidak hanya meningkatkan hasil kognitif dan psikomotorik, tetapi juga keterampilan sosial dan komunikasi siswa.
Siklus refleksi dan perbaikan menjadi kunci utama keberhasilan. Hasil refleksi dari Siklus I yang mengidentifikasi kendala pada manajemen waktu dan partisipasi siswa menjadi dasar perbaikan pada Siklus II. Penyesuaian strategi dan pemberian motivasi yang lebih intensif pada Siklus II berhasil mengoptimalkan kinerja kelompok dan partisipasi individu. Hal ini sejalan dengan pandangan Kemmis & McTaggart (2020) yang menyatakan bahwa PTK adalah proses spiral yang memungkinkan guru untuk terus memperbaiki praktik mengajar mereka melalui siklus refleksi-tindakan yang berkelanjutan.
Penerapan Model TSTS memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa. Proses di mana mereka harus saling berbagi informasi dan mengajari teman sekelompoknya membuat pemahaman mereka terhadap teknik lay up shoot menjadi lebih dalam. Mereka tidak hanya hafal gerakan, tetapi juga mengerti mengapa gerakan tersebut harus dilakukan dengan cara tertentu. Seperti yang dijelaskan oleh Wina (2022), pembelajaran yang melibatkan interaksi sosial dan pertukaran ide cenderung menghasilkan pemahaman yang lebih kuat dan bertahan lama dibandingkan pembelajaran satu arah.
Hasil penelitian ini menegaskan bahwa inovasi dalam metode pengajaran, khususnya dalam mata pelajaran PJOK, sangat penting untuk mengatasi permasalahan klasik seperti rendahnya penguasaan keterampilan. Pendekatan yang berpusat pada siswa dan memfasilitasi kerja sama terbukti lebih efektif dalam konteks keterampilan motorik yang kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi praktik pengajaran PJOK di sekolah. Menurut Nurhayati (2021), guru modern harus mampu beradaptasi dan mencoba berbagai metode inovatif untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam dan dinamis.
Secara keseluruhan, penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis awal bahwa Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan Keterampilan Lay Up Shoot siswa. Peningkatan persentase siswa yang mencapai KKM dari 45% menjadi 80% adalah bukti empiris yang tidak terbantahkan. Keberhasilan ini tidak hanya berdampak pada hasil belajar, tetapi juga pada pembentukan karakter siswa yang kooperatif dan mandiri. Penelitian ini juga menjadi acuan bagi penelitian sejenis di masa depan.
B. Saran
Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian ini, beberapa saran dapat diajukan untuk perbaikan dan pengembangan di masa mendatang. Saran-saran ini ditujukan untuk berbagai pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan. Saran pertama ditujukan untuk guru PJOK, khususnya di SMP Negeri 24 T0l. Diharapkan agar guru dapat terus mengimplementasikan dan mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) tidak hanya pada materi bola basket, tetapi juga pada materi-materi olahraga lain yang membutuhkan kolaborasi dan penguasaan teknik secara bertahap. Sebagaimana dijelaskan oleh Arifin (2021), keberlanjutan penerapan metode inovatif adalah kunci untuk menciptakan perubahan sistemik di sekolah.
Saran kedua ditujukan untuk kepala sekolah dan pihak manajemen sekolah. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengalokasikan sumber daya dan waktu yang lebih besar bagi guru untuk mengikuti pelatihan dan workshop tentang berbagai model pembelajaran inovatif, termasuk model kooperatif. Dukungan penuh dari pimpinan sekolah sangat vital dalam mendorong guru untuk berani bereksperimen dengan metode mengajar yang baru. Hal ini sejalan dengan pandangan Pratama (2022), bahwa keberhasilan inovasi di sekolah sangat bergantung pada komitmen dan dukungan dari level manajerial.
Saran ketiga ditujukan bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan awal untuk melakukan penelitian yang serupa dengan fokus yang berbeda, misalnya, melihat efektivitas Model TSTS pada keterampilan dasar olahraga lain seperti sepak bola, voli, atau bulu tangkis. Peneliti selanjutnya juga dapat mencoba menggabungkan model TSTS dengan media pembelajaran berbasis teknologi untuk melihat dampaknya pada hasil belajar siswa. Menurut Santoso (2023), setiap penelitian membuka jalan bagi penelitian lain yang lebih mendalam, sehingga ilmu pengetahuan terus berkembang.
Selain itu, disarankan pula untuk memperluas cakupan penelitian ini. Penelitian berikutnya bisa dilakukan pada jenjang pendidikan yang berbeda (misalnya, sekolah dasar atau sekolah menengah atas) atau di lokasi yang berbeda untuk menguji generalisasi hasil temuan. Variasi ini penting untuk melihat apakah efektivitas model ini konsisten di berbagai konteks dan karakteristik siswa. Seperti yang ditegaskan oleh Suhartono (2024), replikasi penelitian adalah salah satu cara untuk memvalidasi temuan dan menguatkan teori yang telah ada.
Lebih lanjut, disarankan agar guru dan siswa dapat lebih fokus pada tahap refleksi dari siklus pembelajaran. Guru dapat menggunakan lembar refleksi yang lebih terstruktur untuk menggali masukan dari siswa, sementara siswa diharapkan untuk lebih jujur dan kritis dalam memberikan umpan balik. Proses refleksi yang mendalam akan membantu guru dalam merancang perbaikan yang lebih tepat sasaran untuk siklus berikutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2020) bahwa kualitas data refleksi sangat menentukan kualitas perbaikan tindakan dalam PTK.
Terakhir, disarankan agar hasil penelitian ini disosialisasikan kepada komunitas guru PJOK yang lebih luas, misalnya melalui seminar atau publikasi jurnal ilmiah. Berbagi pengalaman dan hasil penelitian dapat menginspirasi guru-guru lain untuk menerapkan pendekatan serupa di kelas mereka, sehingga kualitas pembelajaran olahraga di Indonesia dapat meningkat secara kolektif. Menurut Hamid (2022), penyebaran praktik baik adalah tanggung jawab profesional seorang guru dan peneliti, yang berdampak positif pada ekosistem pendidikan secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2022). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, Z. (2021). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamid, S. (2022). Model-Model Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Hidayat, R. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dalam Peningkatan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Olahraga, 12(2), 125-135.
Hopkins, D. (2023). A Teacher's Guide to Classroom Research. Open University Press.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (2020). The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press.
Nurhayati, A. (2021). Inovasi Pembelajaran dalam Pendidikan Jasmani. Jurnal Ilmu Keolahragaan, 15(1), 45-58.
Pratama, D. (2022). Penerapan Model Two Stay Two Stray dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pembelajaran Inovatif, 11(3), 201-210.
Purnomo, B. (2022). Metodologi Penelitian dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta: Kencana.
Purnomo, B. (2023). Analisis Teknik Dasar Lay Up Shoot dalam Permainan Bola Basket. Jurnal Olahraga Rekreasi, 8(1), 1-10.
Santoso, R. (2024). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. Jurnal Kependidikan, 22(4), 312-325.
Sugiyono, (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhartono, A. (2024). Dampak Lingkungan Belajar Interaktif pada Penguasaan Keterampilan Motorik. Jurnal Pendidikan Jasmani dan Keolahragaan, 18(2), 56-70.
Wijaya, T. (2023). Efektivitas Pembelajaran Kolaboratif untuk Keterampilan Motorik Kompleks. Jurnal Pendidikan Olahraga, 14(1), 89-102.
Wina, S. (2022). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Kencana.
Komentar
Posting Komentar